![]() |
Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat melalui Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Barat melaksanakan sesi wawancara daring bersama Under2 Coalition. (Foto:adpim) |
Wawancara ini menjadi kesempatan penting bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat untuk memaparkan kepada dunia internasional mengenai komitmen, strategi, serta langkah konkret yang telah dilakukan dalam upaya menurunkan emisi karbon di wilayah Kalbar.
“Kalimantan Barat merupakan provinsi terbesar ketiga di Indonesia dengan luas wilayah 147.037 kilometer persegi dan populasi sekitar 5,76 juta jiwa. Kami memiliki kawasan hutan seluas 5,5 juta hektare, setara dengan 1,3 kali luas Denmark. Kawasan ini merupakan bagian dari Heart of Borneo dan menyimpan sekitar 6,43 persen stok karbon hutan tropis Indonesia,” jelas Harisson.
Ia menuturkan bahwa deforestasi di Kalbar saat ini mencapai sekitar 69 ribu hektare per tahun, yang menghasilkan emisi sebesar 22,1 juta ton CO₂ ekuivalen per tahun. Sumber utama emisi tersebut berasal dari penggunaan lahan, termasuk kebakaran hutan, pengelolaan hutan yang tidak berkelanjutan, serta ekspansi perkebunan.
“Tantangan terbesar kami di tahun 2025 adalah memastikan target penurunan emisi sebesar 60 persen dari deforestasi dan degradasi hutan dapat tercapai dan dipertahankan hingga 2030. Ancaman paling nyata yang kami hadapi adalah kebakaran hutan,” ujarnya.
Dalam sesi wawancara tersebut, Sekda Kalbar menjelaskan bahwa pemerintah daerah menerapkan pendekatan yurisdiksi dengan empat pilar utama untuk menekan emisi karbon, yaitu penguatan strategi dan regulasi, kolaborasi multipihak, penegakan hukum, serta perluasan akses pendanaan.
“Kami terus berupaya mencari sumber pendanaan baru untuk mendukung transisi menuju pembangunan berkelanjutan, termasuk pemberian insentif kepada masyarakat atas keberhasilan menjaga hutan dan lahan,” tambahnya.
Pemerintah Provinsi Kalbar juga telah menetapkan sejumlah regulasi pendukung, seperti Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2016 tentang Perlindungan Area Berhutan dan Peraturan Gubernur Nomor 125 Tahun 2020 tentang Rencana Aksi Penurunan Emisi. Selain itu, Kalbar telah memperkuat arsitektur REDD+ melalui penyusunan FREL, sistem MRV, serta Sistem Registri Subnasional (SRN PPI).
“Berbagai program telah dijalankan di lapangan, antara lain penerapan perhutanan sosial seluas 700.000 hektare, pencegahan kebakaran hutan dan lahan, rehabilitasi kawasan hutan, pengelolaan kelapa sawit berkelanjutan, serta pendidikan lingkungan melalui sekolah Adiwiyata. Saat ini, 12 sekolah di Kalbar telah meraih predikat Adiwiyata Provinsi dan 3 sekolah mencapai tingkat nasional,” paparnya.
Lebih lanjut, Harisson menyampaikan bahwa Kalimantan Barat berhasil menurunkan emisi dibandingkan kondisi business as usual (BAU) dalam enam periode sejak 2012 hingga 2020, bahkan telah memenuhi target pengurangan emisi nasional pada periode 2019–2020.
“Komitmen ini merupakan bagian dari upaya mewujudkan visi pembangunan Kalimantan Barat yang seimbang antara pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, dan kelestarian lingkungan,” tutup Harisson.
Kerja sama ini juga melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah, sektor swasta, akademisi, masyarakat sipil, hingga mitra internasional seperti GIZ dan mitra lokal Bentang Kalimantan Tangguh.
Under2 Coalition sendiri merupakan jaringan global yang terdiri dari lebih dari 270 pemerintah daerah di 40 negara, mewakili lebih dari 1,75 miliar penduduk dan sekitar 50 persen ekonomi dunia. Koalisi ini berkomitmen untuk menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 2°C serta mendorong tercapainya net zero emission pada tahun 2050.
Kalimantan Barat menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang aktif dalam jaringan Under2 Coalition, bersama daerah-daerah lain yang memiliki komitmen kuat terhadap aksi iklim dan pembangunan rendah karbon. (wnd/ica)